Minggu, 17 Juli 2011

dr. David Livingstone


Dokter David Livingstone berjalan menuju podium almamaternya, Universitas Glasgow, London dengan langkah seorang laki-laki yang telah berjalan ribuan mil. Lengan kirinya tergantung lemah karena hampir terkoyak dari tubunhnya ketika ia diserang seekor singa besar. Kulit wajahnya coklat gelap akibat 16 tahun berada di bawah matahari Afrika. Wajahnya berkerut penuh garis-garis yang tidak terhitung jumlahnya karena demam Afrika yang merusak dan menguruskan tubuhnya.



Dia beberapa kali diserang oleh orang-orang biadab dan orang-orang Turki yang menjalankan perdagangan budak yang kejam. Telinganya setengah tuli akibat demam reumatik dan sebelah matanya buta akibat cabang pohon yang menampar matanya di hutan. Para mahasiswa terbelalak dan mereka tahu bahwa di hadapan mereka adalah gambaran kehidupan arti sesungguhnya :” Benar-benar terbakar habis / roh yang menyala-nyala bagi TUHAN.”
Satu hal yang menopang saya di tengah-tengah semua kerja keras, penderitaan dan kesedihan yang sangat besar ini yaitu sebuah janji, janji seorang Pria yang bermartabat paling luhur yaitu janji ini : “Dan ketahuilah, AKU menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Terhadap janji ini….aku mempercayainya dan menemukan kekuatan yang tak akan ada habis-habisnya !”

Dalam buku hariannya tertulis sebuah doa, yang ketika membacanya, hampir menyebabkan kata-kata itu melekat di tenggorokan: ” TUHAN utus aku ke mana saja, hanya sertailah aku. Letakkan beban apa saja di atasku, hanya topanglah aku. Putuskanlah ikatan apa saja dari padaku, kecuali ikatan yang mengikatkan kepada pelayanan-MU dan kepada hati-MU.”
Setelah lulus dari sekolah kedokteran, Livingstone mengabdikan hidupnya untuk menggenapi Amanat Agung YESUS KRISTUS. Dalam perjalanan misinya ke pedalaman Afrika, seekor singa besar hampir saja mengoyak lengannya lepas dari tubuhnya dan membuat dia lumpuh untuk selamanya. Tapi juga menjadi berkat terselubung. Dalam proses penyembuhan, Robert Moffat, seorang utusan Injil di pantai Afrika, datang dan membawa anak perempuannya yang cantik, Mary. Segera mereka menikah dan berbagi semangat dan keprihatinannya untuk penginjilan di benua gelap Afrika. Sayangnya bulan-bulan penuh penderitaan dan kerja keras itu terlalu berat bagi Mary. Livingstone mengirimkan istri dan ketiga anaknya kembali ke Inggris karena seorang anak mereka mati ketika mereka melintasi padang pasir Afrika yang luas.

Tak lama sesudah itu, ketika ia pulang ke rumah orangtuanya dengan pengharapan besar dan sukacita, ia mendapati rumah itu kosong. Orang-orang baru saja menguburkan ayahnya!. Dan pria yang telah menghadapi tombak-tombak orang liar yang biadab dan auman binatang-binatang buas ini, terjatuh meratap seperti seorang anak kecil.

Setelah anak-anak Livingstone cukup dewasa, Mary berlayar melintasi lautan dan hulu-hulu sungai Afrika berbulan-bulan.Begitu tiba di Afrika dan ketemu dengannya, Mary langsung diserang demam Afrika yang memilukan. Livingstone mengesampingkan segala sesuatu yang sedang dilakukannya dan mencurahkan segenap keahlian medisnya untuk merawat istrinya. Malam demi malam, siang demi siang, dia duduk mendampingi istrinya dan menyeka dahinya yang panas. Lambat laun keadaan istrinya makin memburuk dan menghembuskan nafas terakhir. Mary meninggal dunia. David Livingstone menguburkan dia di bawah sebuah pohon besar dan menjatuhkan diri di atas gundukan tanah itu, dan sekali lagi dia meratap.

Badannya remuk, orang-orang yang dikasihinya telah pergi…. ia menulis dalam buku hariannya : ” YESUS-ku, Rajaku, Hidupku, segala-galanya bagiMU, sekali lagi aku mengabdikan hidupku untuk-MU !. Aku tidak menganggap bernilai segala sesuatu yang kumiliki atau segala sesuatu yang dapat kulakukan, kecuali dalam kaitannya dengan Kerajaan KRISTUS.

Livingstone terjun lebih dalam lagi di Afrika, namun akhirnya ia tiba pada kondisi dimana seluruh kekuatannya habis, kakinya luka dan bernanah karena bisul. Selama berbulan-bulan ia makan jagung kering yang keras dan perlahan-lahan giginya mulai tanggal. Dia tidak dapat berjalan atau berdiri.Livingstone menyuruh para pembantunya meletakkan dia di atas sebuah tandu dan mengusungnya maju. “Aku tidak akan menyimpang sedikitpun dari pekerjaanku selama hidup masih tersisa.”

Ia semakin masuk ke dalam rimba Afrika di atas sebuah tandu dan memproklamasikan kekayaan Injil YESUS KRISTUS kepada semua orang yang ditemuinya.
Tibalah suatu hari ketika tubuhnya dalam keadaan yang sangat lemah. Hujan lebat tercurah, Livingstone terbaring di atas tempat tidur kecilnya. Tengah malam, pembantu yang menjaganya dari serangan binatang liar, terbangun. Dia mendengar Livingstone bergerak dan melihat dia dengan penuh penderitaan terguling dari tempat tidurnya dan berlutut dengan tangan terlipat. Livingstone berdoa !.
Di pagi hari ia melihat Livingstone masih berdoa. Pembantunya ini merangkak dan mendekatinya dan menyentuh pipinya yang sudah dingin. Livingstone meninggal dalam hadirat TUHAN.
Tiga puluh sembilan tahun ia berjalan dengan susah payah menempuh 29 ribu mil di permukaan benua Afrika. Terang bersinar dalam kegelapan. Dua juta orang Afrika dibawa kepada Injil.



sebuah pelajaran yang sangat berharga dari riwayat hidup David Livingstone...
sebuah pengabdian yang abadi dan luar biasa...
sebuah dedikasi yang tinggi
dan sebuah kasih....

1 komentar:

  1. Ini cerita penginjil yg aku baca waktu sma, dan aku mencarinya, terima kasih aku kembali membacanya lebih lengkap, juga dapat di http://m.biokristi.sabda.org/David_Livingstone , hebat luar biasa berani berkorban bagi TUHAN, dan tidak putus asa, tidak mundur

    BalasHapus